BANDUNG, itb.ac.id - Pertumbuhan ekonomi akan selalu diiringi dengan
upaya peningkatan kualitas dan kenyamanan hidup. Salah satu dampak dari
pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah meningkatnya belanja barang RAC (Refrigerator dan Air Conditioning),
baik dalam rumah tangga maupun komersial dan industri. Peningkatan
jumlah RAC ini secara langsung juga meningkatkan konsumsi energi listrik
Indonesia. Terlebih lagi unit-unit RAC yang diproduksi di Indonesia
memiliki COP (Coefficient of Performance) yang rendah, yaitu sekitar 2,7 atau setara dengan EER (Energy Efficient Ratio) 9,2 BTU/Wh.
Produksi RAC juga erat kaitannya dengan isu lingkungan, yaitu penggunaan senyawa-senyawa yang dapat melubangi ozon. Oleh karena itu, pemerintah telah melarang penggunaan CFC (Chlorofluorocarbon) dan HCFC (Hydrochlorofluorocarbon) dalam produksi unit RAC. Berbekal dari fakta-fakta itulah, Prof. Ari Darmawan Pasek berusaha menciptakan RAC dengan efisiensi yang
tinggi dan ramah lingkungan. Berbagai macam hasil penelitian yang ia lakukan, ia sampaikan pada orasi ilmiah Guru Besar ITB pada Jumat (27/03/15). Bertempat di Balai Pertemuan Ilmiah ITB, orasi yang ia sampaikan berjudul "Pengembangan Teknologi Penghematan Energi dan Pemanfaatan Sumber Energi Terabaikan yang Ramah Lingkungan."
Produksi RAC juga erat kaitannya dengan isu lingkungan, yaitu penggunaan senyawa-senyawa yang dapat melubangi ozon. Oleh karena itu, pemerintah telah melarang penggunaan CFC (Chlorofluorocarbon) dan HCFC (Hydrochlorofluorocarbon) dalam produksi unit RAC. Berbekal dari fakta-fakta itulah, Prof. Ari Darmawan Pasek berusaha menciptakan RAC dengan efisiensi yang
tinggi dan ramah lingkungan. Berbagai macam hasil penelitian yang ia lakukan, ia sampaikan pada orasi ilmiah Guru Besar ITB pada Jumat (27/03/15). Bertempat di Balai Pertemuan Ilmiah ITB, orasi yang ia sampaikan berjudul "Pengembangan Teknologi Penghematan Energi dan Pemanfaatan Sumber Energi Terabaikan yang Ramah Lingkungan."
Pada
tahun 1996 Laboratorium Termodinamika ITB mencoba mengembangkan
refrigeran berbasis hidrokarbon, yaitu propana (R-290) sebagai pengganti
HCFC dan campuran propana dan butana (R-290/R-600/R-600a) sebagai
pengganti CFC (R-12). Refrigeran hidrokarbon ini memiliki tekanan yang
mirip dengan senyawa yang digantikan. Massa jenisnya sekitar setengah
kali dari massa jenis senyawa yang digantikan, sehingga jumlah massa
yang dapat diisikan ke dalam unit yang sama menjadi hanya setengahnya,
tetapi panas latennya 2x lebih besar, sehingga dalam unit yang sama
kemampuan pendinginan kedua senyawa ini tidak berbeda jauh. Bersama
Pertamina, Lab. Termodinamika menggunakan cara distilasi untuk
mengembangkan refrigeran tersebut. Setelah berhasil dikembangkan,
refrigeran ini kemudian diujicobakan di Supermarket Ratu Luwes,
Surakarta, dan Gran Melia Hotel, Jakarta. Hasil aplikasi di Gran Melia
Hotel menunjukkan bahwa dengan jumlah jam operasi yang lebih besar,
R-290 konsumsi energi listriknya lebih rendah. Jika dihitung, maka biaya
listrik dapat dihemat sebesar Rp 5,4 juta per bulan.
Salah
satu kelemahan hidrokarbon adalah mudah terbakar. Untuk menyikapi hal
tersebut, Lab. Termodinamika mencampurkan refrigeran R-290 yang mudah
menyala dengan R-134 a yang tidak mudah menyala. "Kami mendapatkan
pasangan yang cukup unik, yaitu R-290 dan R-134. Ketika dicampur pada
komposisi yang tepat, tekanannya menyamai R-22. Padahal tekanan R-290
dan R-134 keduanya di bawah R-22," ujar Ari. Selain itu, komposisi ini
juga menghasilkan campuran azeotrop, yang artinya kedua senyawa ini
mengembun dan menguap pada suhu yang sama, sehingga komposisinya akan
selalu tetap dan tidak terjadi fraksinasi. Hasil analisis COP
menunjukkan campuran 0.6 R-290/0.4 R-134a memiliki COP di antara R-290
dan R-134a. Campuran ini telah mendapatkan paten nasional pada tahun
2010.
Prinsip Green Building Indonesia
Prinsip Green Building Indonesia
Peningkatan
efisiensi pada unit RAC saja dirasa masih belum cukup untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan listrik di suatu gedung. Oleh karena
itu, perlu diterapkan sistem green building. Gedung kampus yang telah mendapatkan sertifikat green building
adalah Institut Teknologi Sains Bandung (ITSB). Pada gedung ini, AC
hanya diinstalasi pada ruang kelas, ruang pertemuan, dan aula, sedangkan
sisanya memanfaatkan ventilasi alam. Kualitas udara dalam ruangan
dijaga dengan ventilasi mekanik yang akan berbunyi ketika kadar CO2
dalam ruangan di atas 1000 ppm, selanjutnya secara manual jumlah kipas
yang beroperasi di tambah atau dipercepat putarannya. Dinding kacanya
juga dihadapkan pada arah Selatan dan Utara untuk mengurangi panas, dan
kacanya memiliki koefisien pelindung 0.4, yang artinya 40% panasnya
dipantulkan. Sebagian dinding kaca juga diberi shelves peneduh dengan cat elastomeric
yang dapat memantulkan cahaya, sehingga mengurangi penggunaan lampu.
Selain itu, 91% dari air hujan ditampung untuk kemudian digunakan
perawatan tanaman.
Pemanfaatan Sumber Energi Terabaikan
Pemanfaatan Sumber Energi Terabaikan
Ari juga melakukan penelitian di bidang sumber energi geotermal. Ia memanfaatkan panas dari brine
yang biasanya langsung diinjeksikan ke dalam bumi, untuk kemudaian
diolah lagi menjadi energi. Caranya adalah dengan menggunakan Siklus
Rankine Organik. Dengan sistem ini pula, sumur-sumur geotermal tekanan
rendah juga dapat dimanfaatkan. Selain itu, Ari juga memanfaatkan
sampah-sampah organik untuk diolah menjadi sumber energi dengan proses
hidrotermal. Proses hidrotermal dilakukan di bejana autoklaf menggunakan
temperatur dan tekanan yang tinggi untuk menguraikan materi-materi
organik. Proses hidrotermal ini akan meningkatkan sifat pembakaran dan
mengurangi kalium yang dapat menyebabkan kerak pada dinding tungku
pembakaran. Berdasarkan analisis, hasil dari proses hidrotermal mirip
dengan sifat batubara sub-bituminus C. Pada penelitian selanjutnya, ITB
akan mencoba mengembangkan autoklaf hidrotermal untuk skala industri.
Orasi ilmiah oleh Prof. Ari Darmawan ditutup dengan ucapan terimakasih
yang ia sampaikan untuk keluarga, kolega, guru, dan mahasiswanya.
sumber: http://www.itb.ac.id/news/4690.xhtml
BAGUS ORASINYA
BalasHapus